Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Leuwiliang mengadakan acara halal bi halal pada Senin Malam (22/5/2023) di Masjid Yayasan Madinatul Jannah Pon-Pes Nurul Falah Salafi pimpinan Kyai Badru Zaman sekaligus ketua ranting NU Kp.Ciletuh, Kec.Leuwiliang Bogor. Agenda Halal bi halal kali ini berbeda dengan tahun lalu, karena kali ini bertepatan dengan Lailatul Ijtima’ di Ranting Ciletuh, dengan demikian keduanya dilaksanakan secara bersamaan antara Lailatul Ijtima dan Halal bihalal.
Turut hadir dalam acara ini Para Musytasar Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Leuwiliang KH.Fiqih Noval Hamdzali sekaligus guru pemateri pengajian, Ust.Suherman, S.Ag. Ketua Tanfidziyah Gus Dr.Samsul Rizal Mz., beserta Wakilnya Ust.Galih Pratama, M.Pd.I., Rois Suriyah MWCNU KH.Suyatno, S.Ag, beserta Katib-nya Dr.Ahmad Idhofi. beserta jajaran pengurus MWCNU baik dari A’wan, lembaga, banom, ranting dan lainnya.
Acara ini diawali dengan tawassulan hadiah fatihah bagi para muassis Nahdlatul Ulama khuusnya, ulama NU, kaum muslimin dan muslimat, dilanjutkan dengan menyayikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Yalal Wathon.
Kegiatan ini dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua Tanfidziyah Gus Dr.Samsul Rizal Mz., beliau menyampaikan permohonan ma’af dan terimakasih atas penerimaan, jamuan dari tuan rumah, juga ucapan terimakasih atas konsistensi dan solidnya para pengurus MWCNU Leuwiliang selama ini dalam suksesi program-program MWCNU dalam membangun ummat di Kecamatan Leuwiliang, beliau juga menyampaikan bahwa pembacaan kitab ASWAJA Karya Muassis Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari merupakan rutinitas pengurus MWCNU Leuwiliang pada Lailatul Ijtima’. “Saya mengajak kepada Nahdliyin khususnya di kecamatan Leuwiliang untuk selalu mempertahankan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai pijakan dalam beraqidah dan berharakah,” ujarnya.
Selanjutnya masuk acara inti, yaitu penyampaian materi oleh guru KH.Fiqih Noval Hamdzali, beliau menyampaikan beberapa point nasihat dan pelajaran “halal bi halal merupakan salah satu media pemersatu bangsa dan produk asli Indonesia karena pencetusnya adalah orang Indonesia sekaligus Muassis Nahdlatul Ulama KH. Abdul Wahab Hasbullah pada Tahun 1948 dan istilah tersebut tidak sembarangan dicetuskan, karena istilah halal bi halal diambil dari al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 159″ katanya.
Lebih lanjut beliau mengatakan “dalam salah satu kutipan dalam kitab tasawwuf ada dikatakan bahwa tahapan pakaian tasawwuf tertinggi itu berwarna hitam, kenapa demikian? Ternyata bila digali maknanya maka pakaian warna hitam tersebut memiliki filosofi terkait perasaan rindu dan dzauk (rasa) kekhawatiran sebagaimana itu terjadi manakala dalam suasana berkabung dan juga Rasul pun memiliki pakaian hitam”.
Diakhir acara beliau berpesan kepada semua pengurus dan para hadirin “kita jangan mudah terpancing dengan isu-isu yang memperkeruh dan meruntuhkan semangat beragama dan bernegara kita, seperti dikata ada yang berkata orang NU tidak suka Habaib, dapat dipastikan bahwa orang yang berkata demikian itu orang yang tidak faham NU, karena justru NU-lah yang menghidupkan dan menjaga sunnah-sunnah kanjeng nabi dan para dzurriyyat-nya semisal Shalawatan, Marhabanan dsb”. tandasnya.
Wallahu a’lam
By: Ahmad Idhofi