(bagiku CAPRES-ku dan bagimu CAPRES-mu)

فإذا كان الحٌبّ يُعمِي عن المساوئ فالبُغض أيضاً يُعمِي عن المحاسـنْ (الجاحظ)

“Jika cinta dapat membuat seseorang buta terhadap segala keburukan, maka kebencian dapat membuatnya buta atas segala kebaikan”. (Al-Jahidh).

Suatu ketika dalam halaqah ilmiah, ada seorang mahasiswa bertanya padaku. “Mr… menurutmu siapa Capres yang baik dan tepat antara si “A atau si B?”. Sejenak saya terdiam sambil menghela nafas panjang, huff… dalam hati saya bergumam “waduh topik sensitif nih Poli2”. Kemudian saya coba menjawab, jadi begini le’ jawabku “CAPRES yang baik dan cocok untuk memimpin bangsa kita ini ialah CAPRES yang nanti Allah takdirkan jadi pemimpin negara kita”. Seloroh dia menimpali, “Loh… kok jawabannya jadi bias begitu Mr” sautnya. Lalu saya mencoba jelaskan maksud jawaban saya tadi “kenapa saya jawab demikian?, ya karena secara tidak langsung pertanyaan anda itu bak buah simalakama atau boomerang bagi seseorang, ketika dijawab si A, maka para pemilih B merasa tersinggung dan kesal, bahkan menilai saya tak layak lagi menjadi figur tutor baginya, bahkan bisa jadi malah memusuhi saya, begitupun sebaliknya. Kenapa demikian, harap dimaklum aja bahwa sebagian masyarakat kita itu belum sepenuhnya siap dan dewasa untuk berpikir objektif kebhinekaan, saling menghargai perbedaan pandangan dan pilihan dsb, perlu diketahui bahwa tipe pemilih atau pendukung itu ada empat: 1). Tipe Rasional (melihat figur sec personal, program, rekam jejak, sampai rencana yang ditawarkan). 2).Tipe Kritis (melihat figur. background partai politik yang mengusung, pertimbangan di banyak aspek). 3).Tipe Skeptis (hanya mempercayai calon pilihannya saja dengan cara menjelek-jelekkan calon lain, atau tidak mempercayai semua calon yang ada memiliki kemampuan). dan 4).Tipe Tradisional (pendukung loyal yang siap digerakkan dan bergerak untuk membantu calon pilihannya menang).

Saya coba terus jelaskan padanya “Sekarang coba anda kaji lagi tentang teori dasar research polling penelitian (kualitatif)! bahwa istinbatul ahkam/pengambilan keputusan si peneliti atau pemilih itu dalam proses penyimpulan pada umumnya itu berdasar dan terikat pada faktor alam relativitas/ketergantungan yang mengitari diri si peneliti/pemilih baik premis-premis minor ataupun mayor, semisal dari sumber data informasi-informasi langsung ataupun tidak langsung yang sering dikonsumsi dan dianalisa, dari obrolan teman (offline atau WAG), kerabat, guru dll, dimana mana nantinya akan mempengaruhi sisi emosionalnya terhadap keputusan pilihan si peneliti/pemilih tsb, karena kebanyakan aktifasi otak manusia seringkali mendahulukan EQ daripada IQ.

Oleh karena itu,,, ketika anda menyatakan bahwa “Pemimpin yang tepat bagi bangsa kita ini adalah si A ataupun si B”, tentulah pernyataan tersebut didasarkan pada informasi, sugesti, kecenderungan psikologis dll yang diperoleh diri si pemilih yang mengantarkan pada suatu keyakinan, inilah yang dinamakan konsep diri, singkatnya, alam subjektivitas yang ada pada diri andalah yang mendorong keputusan-keputusan tsb. Maka dari itu, disadari ataupun tidak, bahwa sumber data informasi pergaulan dan pengalaman anda itu akan menumbuhkan dan membuahkan kesimpulan dan keputusan yang mewarnai kehidupan anda, pengaruh tersebut ada yang berbentuk amil/pengaruh dari golongan Jar’, nashab ataupun Jazm (dalam kajian sintak), gitu loh.

“Oh… betu ya Mr…” si mahasiswa menimpali sambil menganggukkan kepalanya. Lalu, bagaimana kita menyikapi orang-orang yang fanatis pada salah satu pemimpin, bahkan dengan semangat ia suka mengirim dan mempost informasi negatif dengan maksud ingin menjatuhkan citra dan elektabilitas pemimpin yang tidak sesuai dengan waduknya/pilihannya dengan alasan ini kritikan baginya Mr..? Oh,,, itu, begini saja Le’, jika anda menemukan tipikal pribadi-pribadi seperti itu, maka acuhkan dan do’akan saja untuk kebaikannya! Karena  Perlu diketahui bhw memang banyak kritikus di negeri ini, kurang lebih ada 5 jenis Kritikus: 1).Kritikus tulus yang ingin perbaiki keadaan (konstruktif). 2).Kritikus tulus yang kurang informasi atau salah informasi. 3).Kritikus oposisi yang ingin lawannya jatuh (destruktif). 4).Kritikus yang ingin dianggap sebagai orang penting (cari panggung). 5).Kritikus yang ingin jualannya dibeli dengan materi atau kedudukan (calo pesanan). Nah,, orang-orang model seperti itu memang ada yang sengaja dibentuk secara struktural alias buzzer dalam rangka mem-braindwash/mencuci otak atau mempengaruhi objek/pemilih dan ada yang secara kultural alami sudah terinfeksi virus CIRENG (benci dan suka menggoreng), CILOK (Suka mencaci dan mengolok-olok) dsb, jadi tanpa sadar ia-pun turut andil menjadi calo amatir yang memiliki tujuan yang sama untuk mempengaruhi domba-domba yang tersesat, menurut dirinya. He,,,

Sudah! begini aja ya adek adek semua,,, terakhir saya simpulkan dan sarankan:

1. Jika ada pertengkaran, kebencian dan permusuhan, maka dapat dipastikan bahwa dia itu bukan Abdullah/hamba Allah, tetapi ia adalah Abdul Illat (budak nafsunya).

2. Hormati dan hargai ijtihad politik dari saudara-saudara kita & Berdamailah dengan dirimu.

3. Jangan underestimate dan jualan gorengan terhadap ijtihad politik orang.

4. Bersikaplah objektif dan lemah lembut terhadap perbedaan dsb.

5. Bilamana menemui orang-orang yang selalu mengingikan perdebatan tanpa ilmu dan adab, maka hindarilah! Karena Imam Syaf’I dan Sahl bin Harun mengingatkan bahwa:

قال الإمام الشافعي: مَا جَادَلْتُ عَالِمًا إِلَّا غَلَبْتُهُ وَلَا جَادَلْتُ جَاهِلًا إِلَّا غَلَبَنِي

“Setiap kali berdebat dengan kelompok intelektual, aku selalu menang. Tetapi anehnya, kalau berdebat dengan orang bodoh, aku kalah tanpa daya.” (Imam Syafi’i dalam kitab Mafahim Yajibu an Tushahhah)

وَجَدْتُ موَدَّةَ الْجَاهِلِ، وَعَدَاوَةَ الْعَاقِلِ، أُسْوَةً فِي الْخَطَرِ

“Dukungan dari pendukung yang bodoh sama bahayanya dengan permusuhan dari musuh yang brilian. ~Sahl bin Harun.

6. Banyak-banyaklah anda mendo’akan kebaikan bangsa dalam munajat.

Wallahu a’lam.

Ahmad Idhofi